Jumat, 13 November 2009

HARI menjelang senja. Tempat para pejalan kaki yang menghubungkan Harajuku Dori (stasiun kereta api Harajuku) dengan Taman Yoyogi itu, dipadati muda-mudi. Di sebuah pojok jalan, lima wanita dan dua pria berpakian Harajuku warna-warni mencolok, duduk berkerumun di atas lantai jalan tanpa alas.

Ketika saya mendekati mereka sambil menyapa, tak ada jawaban ramah. Ketika saya manyapa (dalam bahasa Inggris) meminta izini mengambil foto, salah seorang dari mereka langsung berdiri menghampiri saya berujar; "No, no photo."

Itulah ciri utama komunitas Harajuku. Bersifat eksklusif, pemberontak, berpenampilan cuek, bebas berekspresi, dan berdandan dari referensi tokoh-tokoh animasi dan manga Jepang. Potongan rambut mereka acak-acakan dengan cat warna-warni.

Yang perempuan mengenakan rok mini dipadu dengan sepatu bot, stoking, syal, asesoris rambut, dan baju warna-warni, semua terpadu dalam konsep berani "nabrak," seperti gaya ghotic.

Dari sejarah kelahirannya, Harajuku baik sebagai komunitas mapun fesyen, memang kental dengan sikap pemberontakan anak-anak muda bangsa Jepang. Mereka memberontak dari segala sikap formal dan unggah-ungguh ala tradisi masyarakat pada umumnya.

Di Harajukulah, satu-satunya kawasan di Jepang di mana para pemilik dan pelayan toko tidak menyambut dengan perkataan "irasainase" (selamat datang). Juga tidak ada kata "sumimasen" (permisi). Bahkan tak terdengar kata "arigato gozaimashita" (terima kasih banyak).

Harajuku sendiri sebenarnya merupakan sebutan yang populer untuk kawasan sekitar Harajuku Dori (Stasiun Kereta Api Harajuku), yang terletak di distrik Shibuya, Tokyo. Di tahun 1990 ketika pertama kali saya berkunjung ke Jepang, Harajuku masih belum kesohor.

Kini, dari komunitas inilah dunia mode heboh. Anak-anak muda di seluruh dunia meniru dan demam dengan Harajuku fashion termasuk di Indonesia. Seharian mengunjungi sentra Harajuku di Tokyo, saya bertemu bagkan bertemy "bule" yang lalu lalang dengan gaya Harajuku.

Saya berkunjung ke Harajuku pertengahan Oktober lalu, ketika Tokyo menyambut musim autumn (gugur). Akibat angin topan Ketsana (menerjang Filipina kemudian Jepang), iklim di Tokyo menjadi kacau-balau. Suhu udara siang 16 derajat dan malam tujuh sampai 10 derajat Celcius.

Maka, wanita-wanita Jepang yang terkenal sangat modis itupun menyesuaikan diri. Busana musim dingin, dengan pakaian yang cenderung menutup badan. Dipadukan dengan sepatu boot, topi penutup kuping, syal warna-warni, dan stoking hitam.

Para Harajuku pun tak ketinggalan, tapi tetap dalam keseronokan warna dan perpaduan yang khas, berani "nabrak."


Di Indonesia, artis Agnes Monica dan penyanyi Maia Estanti, adalah dua dari belasan selebriti Indonesia yang terang-terangan selalu tampil berbusana dan memproklamirkan diri sebagai penggemar berat Harajuku.

Berpakaian Harujuku di Indonesia bisa saja dianggap norak bahkan gila. Tapi bagi masyarakat fashion minded, seperti Jepang, setiap hasil karya busana, senorak apapun asal mengandung nilai seni, mereka hargai dan hormati sebagai hasil dari sebuah kreatifitas.

Karena sikap hidup masyarakat yang seperti itulah, maka tak heran bila kota Tokyo kini menjadi salah satu dari empat kiblat mode dunia diantara kota-kota pusat mode lainya, yaitu Roma, Paris, dan New York.(iku)

Dulunya Kampung Ninja

SEBELUM zaman kekuasaan pemerintahan Edo (Tokyo lama), Harajuku merupakan sebuah kawasan perkotaan kecil khusus untuk penginapan (juku). Mereka yang menginap di sini, umumnya adalah para ninja yang bepergian melalui rute jalan utama Kamakura.

Zaman Kekaisaran Tokugawa Ieyasu (1603-1867), ia menghadiahkan Harajuku kepada ninja Perfektur Iga yang berjasa menyelamatkan kaisar dari serangan kelompok pemberontak klan Sakai. Insiden itu dalam sejarah Jepang disebut peperangan Honniji.

Sejak saat itu Harajuku dijadikan sebagai pusat perniagaan. Di tangan para ninja Iga Harajuku berkembang lebih maju. Terutama ketika penguasa Edo memegang kekuasaan. Pada zaman ini, samurai kelas Bakushin juga menjadikan Harajuku sebagai tempat favorit bermukim. .

Di zaman Kekaisaran Meiji (1868-1912), Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Dan, pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai perluasan jaringan jalur kereta api dalam kota Tokyo Metropolitan.

Tahun 1990-an, pemerintah Kota Tokyo menetapkan Harajuku sebagai kawasan khusus untuk para pejalan kaki. Sejak saat itu Harajuku menjadi tempat favorit berkumpulnya anak-anak muda Tokyo. (iku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar